JAKARTA, jurnalmedia.com,— Pencabutan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) oleh Komisi VIII DPR RI dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020. Mendapatkan respon dari berbagai kalangan, termasuk sesama anggota Dewan di Senayan.
Salahsatunya Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sahroni, sesalkan pencabutan RUU tersebut. Dirinya mengatakan bahwa ia sering mendapat aduan dari korban kekerasan seksual. Dari kasus-kasus yang ia dampingi, selalu terbentur proses hukum yang tak berpihak pada korban.
“Mulai dari penanganan hukumnya yang bertele-tele, tidak berpihak pada korban, sampai prosesnya yang bikin korban kekerasan seksual mengalami trauma. Menurut saya, ini mungkin karena aturan hukumnya yang ada saat ini belum cukup,” kata Sahroni kepada wartawan, Jumat malam(3/7/2020).
Belakangan ini, kata Sahroni, dirinya sedang mendampingi proses hukum seorang anak perempuan yang dicabuli oleh ayah kandungnya. Menurutnya, kasus serupa banyak terjadi dan mandek.
Anggota dari Partai Nasdem ini berpendapat bahwa memang harus ada payung hukum baru yang bisa menjamin hak korban. RUU PKS paling tepat menangani perihal ini, katanya.
“Saya melihat kasus seperti ini banyak sekali, makanya kita membutuhkan RUU PKS,” ujarnya.
Sahroni juga mengatakan bahwa Fraksi Partai Nasdem sebagai pengusul awal mendesak pengesahan RUU PKS. Mereka hendak melobi fraksi lain untuk mengetok RUU tersebut tahun ini.
“Sikap kami di fraksi juga jelas ya. Sahkan RUU PKS tahun ini. Jangan ditunda-tunda lagi. Kita harus memberikan perlindungan hukum yang maksimal pada mereka,” kata Sahroni.
Sebelumnya, Komisi VIII DPR RI menarik RUU PKS dari Prolegnas Prioritas Tahun 2020. Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyebut pembahasan RUU ini sulit karena waktu yang tersedia tinggal tiga bulan.
Dalam rapat Evaluasi RUU Prolegnas Prioritas 2020, beberapa fraksi, seperti Nasdem, PDIP, dan Golkar protes keras. Namun, RUU itu tetap dicabut dan akan dilanjutkan tahun depan. (*)
Komentar