Bandung, Jurnalmedia.com – Kondisi perekonomian nasional limbung dihantam pandemi COVID-19. Seluruh negara yang terimbas penyebaran wabah yang pertama kali terdeteksi di Kota Wuhan ini menyusun ulang target dan proyeksi pertumbuhan ekonomi mereka, tak terkecuali Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan berdasarkan perkiraan sejumlah lembaga, pertumbuhan akan berada pada kisaran 2,3%. Bahkan dalam skenario terburuk, kurva pertumbuhan bisa bergerak negatif mencapai minus 0,4%.
Prediksi Sri Mulyani diamini Asian Development Bank (ADB) di mana lembaga tersebut meramalkan ekonomi Indonesia hanya tumbuh 2,5%. Angka ini turun tajam jika dibandingkan realisasi pertumbuhan tahun 2019 sebesar 5% maupun dari target anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN) sebesar 5,3%.
Jutaan masyarakat Indonesia menjadi kelompok paling rentan terkena dampak.
Data Kemenkop dan UKM, 97% tenaga kerja di Indonesia diserap sektor usaha mikro dan menengah. Usaha yang menjadi tulang punggung penghidupan mayoritas warga pekerja dihadapkan pada simalakama. Minimnya permintaan membuat produksi barang dan jasa bergerak melambat.
Situasi paceklik ini disadari betul pemerintah. Pemerintah menginstruksikan pelaku industri keuangan untuk mengambil langkah taktis sesegera mungkin. Presiden Joko Widodo secara langsung memerintahkan perbankan untuk memberikan relaksasi alias kelonggaran khususnya kepada masyarakat dan sektor usaha yang terkena dampak dari kelesuan ekonomi akibat virus corona.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menerbitkan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 pada Kamis (19/3/2020) yang mendorong restrukturisasi kredit untuk mengurangi dampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur yang akan tergerus.
Dalam ketetapannya, OJK memberikan sejumlah opsi rekomendasi kebijakan kepada perusahaan pembiayaan termasuk di antaranya untuk melakukan penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit, dan konversi kredit menjadi modal.
Pemimpin Divisi Corporate Secretary bank bjb Widi Hartoto mengatakan bank bjb sepenuhnya mematuhi instruksi pemerintah yang bertujuan untuk menopang tulang punggung perekonomian Indonesia, khususnya sektor UMKM. Perseroan telah memilah skema relaksasi dengan mengidentifikasi prospek dan kinerja keuangan debitur.
“Kebijakan-kebijakan untuk menstimulasi perekonomian menjadi hal yang sangat penting dilakukan saat ini. Semangat mutualisme, harus dikedepankan. Dalam balutan semangat tersebut, bank bjb berinisiatif untuk melakukan penyesuaian kebijakan pembiayaan sebagai langkah responsif yang berorientasi kepada kepentingan bersama,” kata Widi.
Perseroan mengadopsi kebijakan ini sebagai bagian dari upaya untuk memberikan stimulasi perekonomian masyarakat yang terhantam pandemi corona. Sebagai bank besar yang memiliki jangkauan nasabah luas, perseroan menyadari kebijakan ini akan berdampak signifikan. Kelonggaran diberikan kepada seluruh nasabah yang terdampak baik secara langsung maupun tidak langsung oleh COVID-19.
“Kami memandang langkah ini merupakan kebijakan yang telah sesuai dengan kondisi objektif sebagai upaya melindungi kepentingan perekonomian bersama. Perseroan juga telah melakukan tindakan-tindakan terukur guna memitigasi risiko sekaligus menyediakan pedoman pelaksanaan teknis program restrukturisasi agar dapat mendatangkan manfaat yang optimal bagi debitur dan bank,” ujar Widi.
Dalam ketetapannya, OJK memberikan sejumlah opsi rekomendasi kebijakan kepada perusahaan pembiayaan termasuk di antaranya untuk melakukan penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit, dan konversi kredit menjadi modal.
bank bjb memberi opsi keringanan dalam bentuk penyesuaian cicilan pokok/bunga, perpanjangan waktu, atau hal lain yang ditetapkan. Keringanan yang diberikan bank bjb berlaku bagi seluruh nasabah yang terdampak COVID-19, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kategori debitur yang diprioritaskan dalam mendapat keringanan adalah mereka yang terkena dampak COVID-19 dengan nilai kredit di bawah Rp10 miliar untuk antara lain pekerja informal, pekerja berpenghasilan harian, pengelola usaha mikro dan usaha kecil. Jangka waktu keringanan angsuran diberikan maksimum selama satu tahun.
Teknis mekanismenya, debitur wajib mengajukan permohonan restrukturisasi dan melengkapi data yang bisa dilakukan secara online, sebelum kemudian bank bjb akan melakukan assessment. Restrukturisasi diberikan berdasarkan profil untuk menentukan pola perpanjangan waktu. Persetujuan restrukturisasi disampaikan secara online atau via website bank bjb.
Sesuai imbauan OJK, bank akan senantiasa bersikap awas dan berhati-hati dalam menerapkan kebijakan demi menghindari dimanfaatkannya situasi ini oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan pemberian restrukturisasi kepada nasabah bermasalah. bank bjb bakal bergerak proaktif membantu debiturnya dengan menawarkan skema restrukturisasi yang tepat, baik dari sisi jangka waktu, besaran cicilan ataupun relaksasi bunga.
“Kami akan menjalankan mandat untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong perekonomian nasional ini sebaik mungkin dengan mengedepankan prinsip prudential banking. Pemantauan yang ketat selama proses restrukturisasi menjadi langkah pasti guna menjaga kualitas kredit yang pada gilirannya akan menopang pertumbuhan perseroan,” tutur Widi. *
Komentar