Bandung, Jurnalmedia.com – Sejak bergulirnya Sensus Penduduk (SP) Online Tahun 2020 melalui sensus.bps.go.id pada 15 Februari lalu, baru sekitar 9,23 persen warga Kota Bandung yang mengikutinya. Padahal, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung hanya menargetkan sebanyak 47 persen.
Kepala BPS Kota Bandung, Aris Budiyanto mengatakan data terakhir sampai 16 Maret 2020, dari persentase angka respon yang didapat tersebut sebanyak 29.720 Kartu Keluarga (KK). Dari jumlah tersebut, sebanyak 23.615 KK dinyatakan clean.
“Clean itu maksudnya sudah selesai dan tuntas, sehingga dari jumlah respon, ada yang belum tuntas atau data isiannya belum lengkap. Contohnya ada alamat sesuai KTP dan alamat keberadaan saat ini, misal kerja di Kota Bandung tapi tidak tahu alamat sampai RT dan RW-nya,” katanya saat Bandung Menjawab di Ruang Rapat Bagian Humas Setda Kota Bandung, Selasa (17/03/2020).
Aris mengatakan, BPS mendapat data jumlah KK Kota Bandung dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bandung sebanyak 770.360 KK dan menargetkan 47 persen yang mengikuti SP Online 2020.
“Untuk targetnya 47 persen dari total jumlah tersebut, yang berpartisipasi baru 9,23 persen yang de jure dan 8,88 persen yang de facto,” ucapnya.
Aris mengungkaplan, perbedaanya adalah de Jure untuk warga yang memiliki KTP Kota Bandung dan tinggal di Kota Bandung. Sedangkan de Facto warga dengan KTP Kota Bandung, namun bekerja atau keberadaanya di luar Kota Bandung.
“Jadi memang cakupan untuk SP itu seluruh WNI (Warga Negara Indonesia) yang ada di Indonesia dan luar negeri juga, kemudian ada juga untuk WNA yang tinggal di Indonesia lebih dari satu tahun masuk cakupan ke Indonesia untuk SP 2020 ini,” katanya.
Aris menjelaskan SP 2020 secara online memang tidak wajib, karena ada metode lain yakni wawancara. Tetapi Ia berharap ada partisipasi masyarakat dengan data kependudukan. Hal itu bisa berdampak pada pembangunan skala nasional ke depannya.
“Saya harap masyarakat bisa berpartisipasi. Contoh pada SP 2010 itu diketahui kita mendapatkan bonus demografi yang tentunya akan jadi acuan Pemerintah melakukan perencanaan untuk pembangunan. Seperti di Kota Bandung dengan penyiapan lapangan kerja atau saat masuk usia nikah dengan memperbanyak surat nikah, selain itu perencanaan anggaran juga,” katanya.
Ia menjelaskan, data-data yang masuk itu bisa valid karena dilakukan validasi ulang. Misal dalam mengisi pekerjaan, tidak akan ada yang mengaku sebagai camat atau lurah, bahkan wali kota. Karena BPS memiliki data para pejabat atau warga yang dianggap penting.
“Kami punya rekaman semua pejabat penting seperti Walikota, Camat, Lurah, Kepala Dinas, TNI, Polri. Kalau ada yang mengaku atau mengisi asal-asalan itu pasti diketahui. Atau misal umur 6 tahun tapi pendidikannya diisi kelas 6 SD,” ucapnya.
Selain itu, BPS Kota Bandung merencanakan SP 2020 secara wawancara pada Juli 2020 yang dilakukan oleh petugas yang disebut mitra yang turun ke lapangan. Petugas tersebut bisa berasal dari masyarakat sekitar yang diseleksi dan dilatih.
“Petugas tersebut nanti yang akan ‘door to door’. Mereka menggunakan Android bukan kertas dengan isian pertanyaan yang sama seperti SP Online. Namun untuk yang clean tidak akan didatangi karena sudah benar datanya,” kata Aris.
Perlu diketahui pada SP 2020 menggunakan metode kombinasi dengan memanfaatkan data dari Dukcapil. Metode tersebut direkomendasikan oleh PBB agar sensus bergeser dari metode tradisional (full canvassing) menuju register based census.
Komentar