Bandung, Jurnalmedia.com – Rendahnya budaya baca di Indonesia menjadi salah satu persoalan klasik dan telah mengakar kuat di Indonesia. Meski tak sedikit masyarakat yang mengakui pentingnya budaya membaca, namun kesadaran kritis tersebut tak terefleksikan secara praktis sehingga waktu baca masyarakat Indonesia cenderung stagnan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan hasil studi ‘World Most Literate Nation in the World’ yang pernah dirilis Central Connecticut State University tahun 2016, Indonesia berada di peringkat ke-60 dari 61 negara dalam survei. Posisi Indonesia menjadi kedua yang terburuk setelah Bostwana dan berada satu strip di bawah Thailand.
Hasil survei UNESCO yang dilakukan pada 2012 lalu juga memperlihatkan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Secara lebih sederhana, data ini mengatakan bahwa dari 1000 orang Indonesia, hanya satu yang rajin membaca.
Gambaran umum serupa juga terepresentasi melalui survei yang dilakukan lembaga pemerintah. Survei Perpustakan Nasional tahun 2017 lalu menyebutkan rata-rata orang Indonesia hanya membaca buku 3-4 kali setiap pekan dengan durasi membaca per hari rata-rata 30-59 menit. Sementara rataan jumlah buku yang ditamatkan per tahun hanya 5-9 buku.
Hasil tes The Programme for International Student Assessment (PISA), yang dirilis Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2016 tercatat kemampuan membaca, berhitung dan pengetahuan sains anak-anak Indonesia berada di bawah Singapura, Vietnam, Malaysia dan Thailand.
Belum memuaskannya minat baca masyarakat Indonesia ini disebabkan oleh pelbagai faktor yang berjalin kelindan satu sama lain. Faktor yang berkaitan dengan minat atau ketertarikan pribadi hingga lingkungan ataupun kondisi eksternal saling mendukung kelanggengan rendahnya minat baca.
Keterbatasan akses terhadap bacaan menjadi kata kunci yang selalu mengemuka dalam setiap diskusi tentang fenomena rendahnya minat baca. Sebagian besar masyarakat Indonesia tidak biasa membaca buku karena tidak memiliki akses mudah untuk mendapat buku baik karena harga buku yang dianggap mahal atau sebab jarangnya keberadaan perpustakaan umum di berbagai daerah.
Berbagai upaya telah banyak dilakukan pemerintah dalam rangka menumbuhkembangkan minat baca masyarakat, khususnya generasi muda Indonesia. Pemerintah menyadari budaya gemar baca ini perlu dikembangkan lantaran dapat melahirkan budaya berpikir kritis yang mencirikan sekaligus memajukan peradaban suatu bangsa.
Untuk menumbuhkan minat baca sedari dini pemerintah meluncurkan program Gerakan Nasional Orangtua Membacakan Buku (Gernas Baku). Gerakan ini secara resmi dilaksanakan serentak di Indonesia pada tanggal 5 Mei 2018 lalu.
Gerakan yang dicanangkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ini dikeluarkan guna mendukung inisiatif dan peran keluarga dalam meningkatkan minat baca anak melalui pembiasaan, di rumah, satuan PAUD, maupun di lingkungan masyarakat.
“Karena kita tahu, bahwa buku itu adalah jendela dunia dan buku itu adalah sumber ilmu pengetahuan maka kami ingin anak-anak mencintai buku lebih dari pada gadgetnya. Lebih penting lagi, melalui kebiasaan ini dapat mempererat hubungan emosional antara anak dengan orang tuanya,” kata Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kemendikbud, Harris Iskandar.
Disadari atau tidak, determinasi teknologi yang terus berlangsung ikut berperan menciptakan lanskap kurang berkembangnya kebiasaan membaca ini. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, sebanyak 91,47% anak usia dini lebih suka menonton televisi, kontras dengan jumlah 13,11% yang suka membaca.
Sebagai salah satu agen perubahan nasional, bank bjb punya cara tersendiri untuk ikut serta dalam mengampanyekan pentingnya budaya melek literasi ini. Secara internal, bank bjb memiliki bjb Pustakaku yang merupakan kepanjangan tangan dari bjb University.
Bjb Pustakaku adalah fasilitas perpustakaan yang menyediakan berbagai macam bacaan untuk insan bank bjb. Tak cuma terkait ilmu perbankan dan bisnis, koleksi buku di perpustakaan bank bjb ini meluas di berbagai bidang keilmuan.
Secara eksternal, bank bjb juga kerap menyalurkan dana corporate social responsibility (CSR) untuk mendorong gerakan literasi. Pada 2017 lalu, bank bjb memberikan bantuan berupa 3.500 koleksi buku serta 10 perangkat komputer yang memuat e-book untuk dinikmati masyarakat kepada Perpustakaan Umum Gasibu yang dikelola oleh pihak Bapusipda Provinsi Jawa Barat.
Teranyar, bank bjb ikut menyukseskan program 100 hari Jabar Juara Lahir Batin dengan ikut mendorong pendirian Kotak Literasi Warga Cerdas (Kolecer) dan Maca Dina Digital Library (Candil) yang merupakan fasilitas perpustakaan jalanan.
Kolecer akan disebar di 27 Kabupaten/Kota se-Jawa Barat dan 600 titik sebagai target lima tahun ke depan. Sedangkan pembuatan aplikasi perpustakaan digital Candil saat ini masih dalam tahap pengembangan dan dapat digunakan pada bulan Januari 2019.
Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko yang melaksanakan tugas Direktur Utama bank bjb Agus Mulyana mengatakan di tengah upaya bisnis yang terus digencarkan, bank bjb tak luput atas tanggung jawabnya kepada lingkungan sekitar.
“Untuk mendukung Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam meningkatkan minat baca, bank bjb melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) memberikan bantuan berupa Kolecer dan Candil,” kata Agus.
Sejak lama penyaluran dana CSR bank bjb difokuskan kepada empat hal, yakni pendidikan, kesehatan, lingkungan termasuk mitigasi bencana alam. Langkah ini juga merupakan komitmen dalam mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan sebagai wujud kepedulian terhadap pembangunan ekonomi, peningkatan kualitas hidup masyarakat, lingkungan, dan pendidikan di Indonesia.
Komentar