JURNAL MEDIA – Koalisi Pemerhati Indonesia (Kopiin) menduga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir terlibat dalam bisnis besar tes PCR. Dugaan itu disampaikan oleh Kopiin terkait adanya keterlibatan Luhut dan Erick dalam bisnis PCR melalui perusahaan penyedia jasa tes Covid-19, PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).
Keterkaitannya menteri-menteri ini diduga lewat pemegang saham GSI. PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtera sebagai salah satu pemegang saham GSI memiliki keterkaitan dengan Luhut. Erick memiliki keterkaitan dengan GSI melalui Yayasan Adaro Bangun Negeri. Dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sebagai penyedia regulasinya.
Koordinator Kopiin, Erlangga Abdul Kalam menyebutkan salah satu alasannya menduga tiga Menteri itu adalah karena kebijakan baru yang dirilis oleh Kemenhub kemaren.
“Saya yakin menteri-menteri ini sangat erat hubungannya,” katanya melalui pesan WhatsApp pada Kamis 4 November 2021.
Dimana kita tau bahwa Kemenhub baru saja menerbitkan kebijakan tentang petunjuk pelaksanaan perjalanan orang dalam negeri dengan moda transportasi darat di masa pandemi Covid-19.
Kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 90 Tahun 2021 yang merupakan perubahan SE 86 tahun 2021.
“Kami menduga ini berangkat dari situasi dan kondisi yang terjadi saat rakyat sedang survive/bertahan hidup di tengah pandemi tapi justru ada peraturan soal tes PCR yang digaungkan Kemenhub,” ucap Erelangga
“Kami perhatikan gerak-geriknya, sepertinya ada dugaan beberapa menteri yang terkait dengan bisnis PCR, kalau yang sudah banyak disebut media itu adalah Menteri BUMN sama Menko Marives, Erick dan Luhut,” tambahnya
Rangga sapaan akrab Erlangga menyebutkan sejumlah bukti yang diterima adalah berupa sejumlah pemberitaan awak media sebagai data awal untuk mengusut dugaan bisnis PCR tersebut.
Kopiin berharap KPK segera menindak lanjuti apa yang sudah dilaporkan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) hari ini. Ujarnya
“Kopiin menolak secara tegas keterlibatan petinggi-petinggi negara yang menggunakan hak otoritasnya untuk melindungi kepentingan bisnis pribadinya,” tutupnya
***
Komentar