Jakarta, jurnalmedia.com – Wakil Sekjen Partai Demokrat, Jovan Latuconsina mengomentari munculnya tagar Indonesia terserah. Ia menilai, tagar itu merupakan protes halus yang disampaikan para tenaga medis pada pemerintah atas ketidaktegasan dalam penanganan penyebaran Covid-19.
“Saat ini tenaga medis benar-benar menjadi pihak yang paling bingung. Mereka masih harus berjibaku dengan pasien Covid, berusaha menyembuhkan yang positif dan mengurangi jumlah korban terpapar, tapi kebijakan pelonggaran PSBB justru membuat kegelisahan baru akan kemungkinan bertambahnya pasien”, cuitnya melalui akun twitter @jovanamel, Rabu (20/05/2020).
Jovan berharap, meninggalnya Ari Puspita, seorang perawat di Surabaya menjadi kasus terakhir meninggalnya tenaga medis akibat terpapar Covid-19. Sebelumnya, telah berguguran para tenaga medis dalam perjuangan melawan Covid-19 karena mereka sendiri terkena virus dari pasien yang ditanganinya.
“Jangan ada lagi tenaga kesehatan yang meninggal karena terinfeksi Covid-19. Untuk itu saya minta pemerintah memperhatikan mereka dalam menjalankan tugasnya. Pemerintah harus tegas, tidak plin-plan dalam penanganan ini sehingga tidak jatuh korban lagi,” kata Jovan yang berkebangsaan Maluku ini, ketika dihubungi tadi pagi.
Menyinggung tentang rencana pelonggaran PSBB, Jovan khawatir itu akan membuat situasi semakin memburuk, orang terinfeksi semakin banyak, masa darurat semakin lama, dan yang paling berbahaya korban meninggal terus bertambah.
“Saya melihat pertimbangan ekonomi yang menjadi alasan pemerintah melonggarkan PSBB. Selama PSBB saja korban terus berjatuhan, apalagi dilngarkan. Khawatirnya nanti semakin lama waktu kita untuk recovery,” tutur pria yang pernah menjabat sebagai Danyonif Raider 323 Kostrad ini.
Ayah dua orang putra yang memilih pensiun dini dari dunia militer ini mengaku, kondisi ekonomi sekarang ini sangat sulit. PHK terjadi di mana-mana, muncul orang miskin baru, serta perusahaan banyak yang tutup. Menurutnya, bila dilonggarkan sekarang berarti pengorbanan mereka selama diam di rumah dua bulan menjadi sia-sia.
“Resikonya sangat besar bila dilonggarkan. Pemerintah harus melihat itu. Mereka yang sudah diam di rumah selama dua bulan, menjadi korban PHK, serta kini menderita kesulitan ekonomi bisa disebut menjadi korban kebijakan pemerintah yang tidak jelas itu. Korban masih berjatuhan kok malah PSBB dilonggarkan,” ujar pria yang berkeyakinan untuk bisa mempengaruhi kebijakan nasional harus melalui jalur politik ini.*
Komentar