oleh

DPRD Kota Bandung Pastikan Perda Berpihak pada Kebutuhan Masyarakat

JURNAL MEDIA, BANDUNG — DPRD Kota Bandung berupaya menghadirkan regulasi yang efektif, efisien, dan berpihak pada kebutuhan masyarakat. Khususnya Komisi I saat menyusun hingga evaluasi Peraturan Daerah (Perda).

Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung, Radea Respati Paramudhita, dalam program Parlemen Talks di Radio Sonata, Selasa 18 November 2025.

Menurut Radea, Perda merupakan fondasi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Namun, regulasi tidak boleh menjadi aturan yang kaku dan tertutup terhadap perubahan zaman.

“Setiap aturan harus dinamis. Tidak ada Perda yang berlaku ideal selamanya, karena manusia berkembang, teknologi berkembang, kebutuhan masyarakat pun berkembang. Perda yang baik bukan hanya mengekang, tapi melindungi dan menjadi solusi,” jelasnya.

Karena itu, Komisi I secara aktif mereview Perda yang telah lama berlaku, bahkan hingga satu dekade ke belakang.

Baca Juga  Perda Kesejahteraan Sosial Usang, Kota Bandung Siapkan Perda Baru

Dari tahun 2014 hingga 2024, tercatat sekitar 120 Perda telah melalui proses peninjauan. Review dilakukan dengan melibatkan ahli hukum legislatif serta aspirasi masyarakat melalui berbagai kanal resmi, termasuk agenda reses.

“Aspirasi masyarakat sangat penting. DPRD bukan tembok pembatas, kami adalah bagian dari masyarakat yang berkewajiban menyuarakan kebutuhan mereka dalam regulasi,” papar Radea.

Proses peninjauan maupun penyusunan Perda terdiri dari beberapa tahap: kajian ahli, konsultasi dengan perangkat daerah, pembahasan di alat kelengkapan DPRD seperti Pansus, hingga penetapan.

Komisi I menekankan, Perda hanya akan efektif bila penyusunannya mengedepankan aspek kebermanfaatan bagi publik, bukan hanya kuantitas.

Ia juga menegaskan pentingnya keberimbangan antara jumlah Perda dan kemampuan pemerintah daerah dalam mengimplementasikannya. Setiap Perda membutuhkan anggaran besar saat penerapan, terutama untuk layanan publik yang menjangkau 2,5 juta warga Kota Bandung.

Baca Juga  Penyesuaian Terhadap Perkembangan Regulasi Nasional jadi Tolak Ukur Perubahan Perda PKS Kota Bandung

“Perda harus produktif, bukan sekadar banyak. Kalau Perda bertambah tapi kemampuan pemerintah belum bertambah, akan muncul ketidakseimbangan. Yang terpenting adalah dampaknya bagi masyarakat,” katanya.

Salah satu contoh Perda yang telah memberikan perubahan nyata adalah Perda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan. Perda ini kini mengatur secara jelas hak cuti hamil enam bulan bagi perempuan, cuti dua hari bagi suami untuk mendampingi, hingga cuti keguguran.

Aturan tersebut memastikan perlindungan yang lebih kuat bagi perempuan dan keluarga sekaligus mempertegas kewajiban pihak pemberi kerja. Pelanggaran kini tidak hanya terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan, tetapi juga Peraturan Daerah.

Hampir satu tahun menjabat, Radea mengakui tantangan terbesar dalam penyusunan Perda bukan sekadar aspek teknis hukum, melainkan menyatukan banyak kepentingan masyarakat yang beragam.

Baca Juga  Edwin Senjaya Sebut Pemberian Gelar Pahlawan Bentuk Pengakuan Jasa Besar Soeharto

Perbedaan pandangan dalam pembahasan Pansus sangat mungkin terjadi, namun tujuan utamanya tetap satu: menghadirkan aturan yang menjawab kebutuhan warga.

Hingga November 2025, 16 Perda telah berhasil diselesaikan pada tahun berjalan, terdiri dari 12 Perda baru dan 4 dalam proses pembahasan, termasuk 2 perubahan Perda hasil peninjauan.

Seluruh proses dilaksanakan dengan mengutamakan profesionalisme, transparansi, dan keseimbangan antara visi pembangunan dan kebutuhan masyarakat.

“Kalau hanya mengikuti keyakinan pribadi, hasilnya bukan Perda publik tapi Perda personal. DPRD harus memastikan bahwa Perda adalah suara masyarakat, bukan suara perseorangan,” tutur Radea.

Komentar