Bandung, Jurnalmedia.com – Pemerintah provinsi Jawa Barat harus merevisi tata ruang di wilayah Bodebekjur sebagai konsekuensi rencana proyek pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Kota Depok.
Selain itu, pemerintah pun harus mengantongi status hukum UIII sebagai proyek strategis nasional (PSN) di Jawa Barat.
Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa mengatakan, upaya revisi tersebut akan dilakukan seiring sejalan dengan penuntasan dampak sosial terhadap pembebasan bangunan di areal eks RRI di Kota Depok tersebut. Pihaknya saat ini tengah menyusun organisasi struktural tim pembebasan lahan UIII sebelum diajukan kepada Gubernur Jawa Barat.
“Tentu perlu ada beberapa payung hukum, revisi tata ruang bodebekjur. Proyek ini harus masuk. Prosesnya paralel, yang penting kita punya dasar bahwa di Depok ini akan ada PSN, sehingga tidak langgar aturan,”ujar Iwa usai menggelar rapat pembahasan organisasi pemebasan lahan UIII di Ruang Ciremai, Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Kamis (7/12).
Menurut dia, pihaknya sudah mulai menyusun dalam hal pengajuan dokumen tersebut yaitu dokumen PSN dan revisi tata ruangnya.
Selebihnya, mereka pun secara pararel mematangkan pembagian tugas untuk pembebasan lahan di sana.
“Jadi penangananya harus komprehensif dan kondusif,”ujar dia.
Dituturkan Iwa, pembangunan UIII merupakan ide besar dari presiden. Indonesia dengan umat Islam paling banyak, wajar jika ada UIII hadir di Indonesia, tidak hanya di Mesir. Proyek ini dikordinir oleh wapres dan secara teknis oleh Kemenag. Proyek tersebut menggunakan lahan negara. Proses serah terima Kementrian Komunikasi dan Kemenag sudah dilaksanakan.
“Dalam prakteknya akan dilakukan invetarisasi terutama soal tanah yang sebagian kecil masih ditempati. Dengan demikian perlu dibentuk tim untuk atasi ini. Tim ini harus dibentuk dalam sebuah surat keputusan. Pengarahnya adalah saya, Pangdam, Polda, Kajati, termasuk Walikota Depok dan Kanwil BPN,”kata dia.
Tahapan struktur organisasi sudah dilakukan, selanjutnya, perencanaan operasi, invetarisasi, dan apraisal. Sementara untuk kontruksi sepenuhnya menjadi kewenangan pusat, pihaknya membantu selesaikan dampak sosial, jelas Iwa.
“Untuk jumlah bangunan lagi dihitung. Kami sekarang terus lakukan sosialisasi pada masyarakat juga,” ujarnya.
Red
Komentar