JURNAL MEDIA, SUKABUMI – Tepat 28 tahun yang lalu, pada 27 Juli 1996, terjadi tragedi penyerbuan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro, Jakarta. Peristiwa yang dikenal dengan nama “Peristiwa 27 Juli” atau “Kudatuli” ini meninggalkan luka mendalam dalam sejarah politik Indonesia.
Haji Ucok Haris Maulana Yusuf, seorang saksi hidup yang saat itu berada di lokasi kejadian, berbagi kisahnya mengenai peristiwa tragis tersebut.
“Pada hari itu, suasana sangat tegang. Ribuan massa berkumpul di depan kantor PDI, mendukung Megawati Soekarnoputri yang sedang bersengketa dengan kubu Soerjadi,” ujar Haji Ucok Haris Maulana Yusuf.
“Saya melihat langsung bagaimana situasi berubah menjadi kacau balau ketika aparat keamanan datang dan mulai menembakkan gas air mata ke arah kerumunan,” Imbuhnya.
Menurut Haji Ucok, peristiwa tersebut bermula dari perebutan kepemimpinan di tubuh PDI. Konflik internal yang memanas tersebut mencapai puncaknya ketika sekelompok massa menyerbu kantor DPP PDI yang saat itu diduduki oleh pendukung Megawati.
“Mereka datang dengan brutal, merusak properti, dan menimbulkan kepanikan di antara kami yang berada di sana,” kenangnya.
Tragedi ini mengakibatkan banyak korban jiwa dan luka-luka.
“Saya melihat banyak teman-teman yang jatuh, terluka parah. Kami berusaha membantu sebisa mungkin, tapi situasinya sangat kacau,” tutur Haji Ucok.
“Teriakan dan tangisan di mana-mana, dan kita hanya bisa berdoa agar semua ini segera berakhir,” lanjutnya.
Dalam peringatan 28 tahun tragedi tersebut, Haji Ucok berharap agar peristiwa kelam ini tidak terulang kembali.
“Kita harus belajar dari sejarah. Persatuan dan kedamaian harus selalu diutamakan dalam berpolitik. Jangan sampai kepentingan pribadi atau kelompok mengorbankan rakyat,” tegasnya.
Sebagai saksi hidup, Haji Ucok mengingatkan generasi muda untuk terus mengingat dan memahami peristiwa ini sebagai bagian dari perjalanan demokrasi Indonesia.
“Jangan pernah lupakan sejarah, karena dari situlah kita belajar untuk menjadi lebih baik,” pungkasnya.
Peristiwa 27 Juli 1996 tetap menjadi salah satu momen paling kelam dalam sejarah politik Indonesia, dan kesaksian Haji Ucok Haris Maulana Yusuf memberikan gambaran nyata akan betapa beratnya masa-masa tersebut.









Komentar