Oleh: Citra Ayu Shafinas
KESIBUKAN sehari-hari memicu mahasiswa tidak mempunyai banyak waktu untuk berlibur. Alasannya seputar kegiatan kuliah yang sangat mendadak. Terkadang weekend pun, mahasiswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk. Ketika libur panjang tiba, inilah momentum terbaik mahasiswa untuk berlibur.
Mahasiswa tentunya sangat antusias menyambut libur panjangnya. Rasanya ada yang kurang, apabila libur panjang tidak dihabiskan untuk berlibur ke tempat-tempat yang indah, seperti Bandung si kota kembang dengan sejuta pesonanya yang mampu memikat wisatawan.
Liburan terasa lebih lengkap, apabila mengajak sahabat kita. Seperti, saya yang mengajak teman sekamar asrama. Liburan terasa lebih seru karena bersama orang tersayang. Apalagi, kami mengunjungi Bandung untuk pertama kalinya.
Tentu, kami sangat excited untuk mengeksplor berbagai hal di Bandung. Alasan kami memngunjungi Bandung, yaitu terdapat berbagai tempat yang unik dan banyaknya kuliner yang sangat lezat. Selain itu, Bandung terkenal dengan udaranya yang sangat sejuk. Kami ingin merasakan semua itu untuk rehat sejenak dari dunia perkuliahan yang cukup menguras pikiran.
Rencana pergi ke Bandung ini memang terbilang cukup mendadak, tetapi syukurlah perjalanannya sangat lancar. Di mulai dari membeli tiket kereta yang sangat ramah di kantong, yaitu tiket KAI Walahar dengan tarif Rp4.000 dengan rute Cikarang sampai Purwakarta. Kereta ini berangkat dari Cikarang jam 13.20, lalu tiba di Purwakarta pada pukul 14:52. Setelah samapai di Purwakarta, penumpang harus menunggu kurang lebih 1 jam.
Pada pukul 15:50, penumpang akan diberangkatkan kembali menuju Bandung. Penumpang tiba di Stasiun Bandung pada pukul 18:26. Tarif yang ditawarkan KAI Garut Ekonomi terbilang cukup murah seharga Rp8.000.
Awalnya, kami sangat senang karena mendapatkan tiket murah, tetapi pada akhirnya kami ketinggalan kereta yang sudah kami booking di KAI Access.
Hal itu disebabkan karena KRL yang dari Stasiun Manggarai menuju Stasiun Cikarang delay selama 30 menit. Padahal, kami sudah berangkat cukup awal, kami menaiki motor dari Asrama Kepemimpinan Putri IPB Dramaga menuju Stasiun Bogor. Selanjutnya, kami menaiki KRL dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Manggarai.
Setelah itu, kami melakukan transit menuju Stasiun Tambun karena KRL tujuan akhir Cikarang tiba jam 13:22 yang berarti kami dipastikan akan terlambat. Setelah tiba di Stasiun Tambun, kami menaiki gojek dan meminta driver gojek tersebut mengebut. Namun, usaha kami sia-sia karena keretanya sudah meninggalkan kami.
Setelah kejadian ketinggalan kereta, hal tersebut tidak mematahkan semangat kami untuk mengunjungi kota kembang. Kami mencari alternatif lain dengan menaiki bus. Kami bergegas menuju Terminal Cikarang dengan menaiki angkot yang tarifnya lumayan mahal dibandingkan angkot di Bogor. Tarif angkot yang dibandrol sebesar Rp10.000 dengan jarak yang cukup dekat sekitar 1 km.
Namun, kami tidak terlalu menghiraukan itu yang penting kami bisa sampai di Bandung. Setelah tiba di Terminal Cikarang, kami langsung saja mencari bis dengan rute Bandung. Kami menemukan bus Primajasa yang menawarkan rute Bandung. Langsung saja, kami menaiki bus tersebut dan duduk di kursi paling depan agar bisa menikmati pemandangan di sepanjang jalan.
Tarif yang dikenakan pada bus Primajasa sangat terjangkau, hanya dengan Rp50.000, kami mendapatkan fasilitas yang membuat kami nyaman. Mulai dari kursi yang sangat empuk, AC yang cukup dingin, dan tentunya pelayanan yang sangat ramah. Perjalanan terasa sangat menyenangkan, walaupun daerah Bekasi sedikit macet.
Walaupun bis ini berada di kelas ekonomi, tetapi bis ini menggunakan tol yang dapat lebih mempersingkat waktu. Setelah perjalanan kurang lebih 4 jam, akhirnya kami sampai di Terminal Leuwi Panjang. Terminal ini baru direnovasi tentunya fasilitas di dalamnya sangat modern. Mulai dari eskalator, tempat tunggu ber- AC, toilet yang bersih, dan banyak lagi.
Kami langsung saja bergegas memesan gocar untuk menuju Braga. Memang beberapa kali kami ditolak oleh driver, hal tersebut dikarenakan Bandung memang sedang sangat ramai pada libur panjang kali ini. Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya kami mendapatkan gocar.
Selama perjalanan, kami dibuat takjub akan suasana tenang Bandung di malam hari. Namun, ketenangan itu sirna, ketika sudah memasuki jalanan Braga. Jalanan yang awalnya sangat tenang berubah sangat macet. Di sisi kiri dan kanan jalanan Braga, semuanya dipenuhi oleh lautan manusia.
Kami turun tepat di depan kafe Jurnal Risa, kami turun di situ bukan karena memang tempat tersebut tujuan kami. Namun, kakak saya memang menginginkan bertemu di depan kafe tersebut agar tidak bingung mencari saya. Setelah bertemu kakak saya, kakak mengajak kami sedikit berjalan-jalan melihat suasana Braga di malam hari.
Namun, perjalanan tersebut terhenti di depan kafe berlantai dua karena perut kami sudah meronta-ronta untuk diberikan asupan makanan. Akhirnya, kami pun memutuskan untuk membeli makanan terlebih dahulu.
Harga makanannya cukup terjangkau, saya memesan nasi goreng spesial dibrandol seharga Rp18.000 dengan porsi yang sangat mengenyangkan. Selain itu, saya juga memesan jus seharga Rp10.000 yang buahnya sangat fresh. Setelah mengisi perut, kami melanjutkan perjalanan.
Kami berhenti di sebuah toko roti legendaris, kami membeli beberapa bungkus roti, seperti marshmallow. Harganya memang sedikit mahal, tetapi mengenai rasa sudah tidak perlu diragukan. Makin malam, jalanan Braga memang mulai sedikit sepi. Banyak toko dan kafe yang sudah mulai tutup.
Kami memutuskan untuk duduk dan memakan roti yang kami beli sambil bercerita tentang dunia perkuliahan. Sesekali, ada para pengamen dan pengemis yang meminta uang, beberapa kali kami tolak karena kami hampir menghabiskan 20.000 untuk diberikan kepada mereka. Tips dari saya sih, sesekali tolak saja karena pengamen dan pengemis di Braga jumlahnya sangatlah banyak.
Waktu sudah menunjukkan tengah malam, kami memutuskan untuk menuju hotel tempat kami bermalam. Jalanan menuju hotel cukup sepi, tetapi kami merasakan ketenangan selama perjalanan. Lampu-lampu penerangan di Bandung terlihat estetik serta jalanannya yang entah mengapa, terasa berbeda dengan kota yang pernah saya kunjungi sebelumnya.
Setelah kurang lebih 15 menit perjalanan, akhirnya kami tiba di hotel. Kami check-in terlebih dahulu, lalu langsung bergegas menuju kamar. Kesan pertama yang kami dapatkan adalah kamarnya cukup lembab.
Kami sadar dengan harga Rp60.000 sudah lumayan bagus, meskipun AC tidak menyala dan kasur sedikit akan anjlok ke bawah. Kami tidak terlalu mempermasalahkan itu karena kami sudah sangat kelelahan dan memutuskan untuk langsung tidur saja.
Keesokan harinya, udara dingin menyambut kami. Kami memutuskan untuk mencari sarapan di sekitaran hotel, banyak makanan khas Sunda di sekitaran hotel. Namun, kami memilih warteg sebagai hidangan di pagi hari.
Sebenarnya, tidak hanya di sekitar hotel saja yang banyak makanan khas Sunda, tetapi memang di sudut kota-kota Bandung itu menjual kuliner khas Sunda. Setelah selesai mengisi perut, kami Bersiap-siap untuk menuju Institut Teknologi Bandung untuk sekedar melihat-lihat kampus tetangga.
Kesan pertama yang saya dapatkan, ketika menginjakkan kaki di ITB adalah bangunan kuno yang megah. Kampus ini sangat unik di setiap sudutnya, bangunan khas zaman Belanda masih setia dipertahankan. Setiap langkahnya, kami takjub dengan kesejukan yang dihadirkan oleh ITB.
Entah mengapa, vibes kampus ininsangat menenangkan hati. Sesekali, kami melihat mahasiswa ITB yang sedang belajar dengan teman-temannya ataupun ada anak SMA yang ber-manifesting dengan foto di ikon ITB bersama kedua orang tuanya.
Kami memutuskan untuk berfoto di ikon ITB yang konon katanya, apabila melihat Pelangi di air mancurnya maka IP kamu akan 4. Setelah puas berkeliling ITB, saya melanjutkan perjalanan menuju ke Alun-Alun Bandung.
Banyak hal unik yang saya temui di Alun-Alun Bandung. Pertama, letaknya berada di sekitaran Jalan Asia Afrika. Jalan ini merupakan jalan legendaris di Kota Bandung karena dulunya pernah diadakan KTT Asia Afrika di Bandung.
Kedua, terdapat semacam monumen tulisan yang ditulis oleh Pidi Baiq, seorang penulis novel Dilan 1990 yang filmnya pernah booming di tahun 2018.
Ketiga, terdapat kendaraan wisata yang disediakan oleh pemerintah kota Bandung, yaitu Bandung Tour on Bus (Bandros).
Bandros sendiri memiliki rute yang benar-benar mengelilingi seluruh Kota Bandung. Tempat yang menjadi rute Bandros, seperti ruah Dilan, SMA Dilan, tempat dipenjaranya Soekarno, dan banyak lagi tempat-tempat unik yang akan dilewati. Bandros sendiri menerapkan tarif sebesar Rp20.000, harga ini sangat terjangkau karena juga dilengkapi dengan pemandu wisata yang akan menjelaskan sejarah-sejarah dari tempat tersebut.
Keempat, apabila memasuki alun-alun harus melepas sepatunya karena halaman Alun-Alun dilapisi rumput buatan yang sangat ramah anak, terdapat banyak anak-anak yang bermain dengan leluasa di dalamnya tanpa takut untuk cedera.
Kelima, terdapat pasar kuliner di basement alun-alun yang menawarkan berbagai macam makanan khas Sunda yang tentunya secara rasa sudah tidak dapat diragukan.
Keenam, di dalam komplek alun-alun, terdapat Masjid Agung Kota Bandung. Masjid ini letaknya sangat strategis berada di tengah jantung Alun-Alun Kota Bandung. Jadi, bagi pengunjung yang ingin melaksanakan sholat tidak perlu khawatir.
Di dalam masjid tersebut, sudah dilengkapi dengan mukenah. Jadi, bagi pengunjung yang tidak membawa mukenah dapat meminjamnya secara gratis.
Hari sudah cukup sore, kami memutuskan untuk pulang ke Bogor.
Kami menaiki bus yang sama, yaitu Bus Primajasa. Sebelumnya, kami memang sudah membeli tiket kereta, tetapi tiket tersebut tanpa kursi. Kami tidak ingin mengambil resiko, kalau pinggang kami bisa jadi sakit-sakit sehingga kami memutuskan untuk menaiki bis saja agar bisa tidur dengan nyenyak. Kami tiba di Cikarang sekitar pukul 22:00.
Kami mengejar kereta arah Cikarang menuju ke Manggarai, untungnya masih ada KRL yang beroperasi di jam tersebut. Setelah tiba di Manggarai, kami berlari-larian untuk mengejar KRL arah Bogor, kebetulan KRL tersebut merupakan KRL terakhir yang menuju Stasiun Bogor.
Kami sampai di Bogor tepat pukul 00:00. Suasana stasiun lumayan sepi, sangat tidak direkomendasikan untuk Perempuan sendirian menaiki KRL di jam tersebut. Kami sampai di asrama sekitar pukul 01:00, jalanannya memang sangat sepi dan saya sangat tidak merekomendasikan untuk perempuan pulang sampai larut malam.
Dari perjalanan saya ke Bandung, saya mendapatkan beberapa pelajaran tentang perencanaan matang, ketika memutuskan untuk pergi ke suatu tempat. Selain itu, juga melakukan survei destinasi wisata secara online agar tidak bingung mau pergi ke mana.
Di luar kejadian yang sedikit tidak menyenangkan, saya sangat bahagia bisa menginjakkan kaki di Bandung. Bagi saya, Bandung merupakan tempat yang sangat wajib dikunjungi minimal seumur hidup sekali karena memang sebagus itu. Orang-orangnya yang ramah-ramah, tempat-tempat yang unik, dan berbagai kuliner yang sangat lezat. Di kemudian hari, saya berjanji untuk mengunjungi Bandung dengan persiapan yang lebih matang agar dapat menikmati Bandung secara sempurna.
Komentar