Surabaya, JurnalMedia.com – Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) sukses menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pertama di Hotel Harris Jalan Bangka, Surabaya, Jawa Timur (26/07/2017).
Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo menyambut baik berdirinya SMSI. Ia berujar, di Indonesia sejak era reformasi tahun 1998 beberapa tokoh dan praktisi pers mendorong negara untuk memberikan kebebasan pres.
“UU 40 Tahun 1999 yang tidak ada PP/Permen, karena penggas UU 40 dipercayakan pada komunitas untuk mengatur komunisnya sendiri(Kode etik) dan dibentuk aturan dan pedoman itu,” kata dia.
Yosep menambahkan, Dewan Pers berjumlah 9 orang, 3 orang mewakili media, 3 orang mewakili masyarakat dan 3 orang mewakili pemerintah dengan tugas memfasilitasi konstituen. “Dewan Pers menerapkan UU pres itu menjadi UU lex spesialis,” ucapnya.
Ia menuturkan, Indonesia beruntung pernah memiliki Ketua Dewan Pres Bagir Manan yang pernah menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi(MK) bisa melakukan kerjasama dengan penegak hukum, yang bertujuan agar para penegak hukum bisa menerapkan UU pers.
“Polisi tidak bisa menyelidiki wartawan tanpa menghadirkan ahli pres(Dewan Pers) yang bisa merekomendasikan persoalan (pers),” kata dia. “UU mengatakan setiap media harus berbadan hukum dan beralamat jelas agar bisa bertanggungjawabkan, demokrasi membentuhkan ketertiban,” ujarnya.
Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa Dr Gun Gun Siswadi ketika membacakan sambutan Menkominfo, Rudiantara menyebut hoax memiliki tujuan yakni membuat masyarakat Indonesia menjadi galau, panik. Pembuat hoax memiliki tujuan bagaimana berita hoax disebarluarkan. Ini menjadi sebuah tantangan demokrasi dalam media.
Tantangan demokrasi dalam media siber kata Rudiantara sebagaimana dibacakan Dr Gun Gun saat memberikan sambutan di Rakernas I SMSI, yang berlangsung di Surabaya, Rabu (26/7/2017), harus dihadapi dan SMSI akan memberikan alternatif bagi masyarakat dan bermanfaat.
“Tantangan semakin besar dan bagaimana menyatupadukan media-media online,”ujar Dr Gun Gun menirukan Rudiantara.
Selin itu Menurut Rudiantara, bangsa Indonesia saat ini dalam pusaran arus globalisasi dan tidak bisa diprediksi bahkan dianggap sebagai kondisi yang turbulensi.
Perang antar negara, kekerasan di dalam negara. Indonesia sebagai bangsa yang majemuk, kerawanan laten yang sangat tinggi. Potensi sosial, komunal dan ancaman timbulnya perpecahan. Sudah siapkah Indonesia menghadapi?
Salam satu pilar penting menurut Rudiantara adalah media sebagai penghubung, jendela bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi dalam waktu yang cepat.
Berkembangnya internet tambah Rudiantara akibat meningkatnya penggunaan gadget dan telah terjadi pergeseran platform. Data APJII menyebut jumlah pengguna internet di Indonesia sebanyak 132,7 juta orang . Indonesia, pengguna sosial terbanyak ketiga di dunia. Jakarta sendiri menurut data tersebut merupakan top city media twitter di dunia.
Karenanya tantangan besar dan media di Indonesia sedang bertranformasi dari media konvensional menjadi menjadi media digital. Ini saya kira harus dipacu ke depan.
Internet kata Rudiantara menjadi nomor satu penyampai informasi dan pesan di Indonesia. Pemanfaatan platform telah menyebabkan gathering dan sharing informasi. Kekuatan, kecepatan mengabarkan berita. Karenanya hadirnya SMSI merupakan sesuatu yang positif dalam membangun profesional pelakunya.
Rudiantara mengatakan, flatform harus berpijak pada norma dan etika yang berlaku di masyarakat. Media siber akan menjadi alternatif generasi millennia, generasi terbesar dari pangsa pasar kita.
Perkembangan teknologi kata dia itu keniscayaan. Pelakunya harus profesional sehingga pembangunan karakter bangsa akan semakin terwujud serta terciptanya civil society.
Ke depan tambah Rudiantara, Kominfo sedang melakukan literasi dan mengedukasi masyarakat. Konsumsi memiliki wewenang untuk melakukan pemilihan informasi mana yang dikonsumsi mana yang tidak.
Tn/red
Komentar